zmedia

Pekerja Migran Terancam Penyiksaan: Fokus pada Jalur Ilegal dan Kurangnya Keterampilan

SEMARANG, BeritaQ.com - Menteri Perlindungan Tenaga Kerja Migran Indonesia (TKMI), Abdul Kadir Kardin, mengkritik situasi banyak tenaga kerja migran Indonesia (TKMI) yang berada di bidang rumah tangga dengan latar belakang pendidikan minim, sehingga membuat mereka menjadi golongan yang amat rawan terhadap perlakukan kekerasan dan pengeksploitan.

Kardin menyampaikan hal tersebut ketika mengunjungi Universitas Diponegoro (Undip) di Semarang pada hari Selasa, 15 April 2025.

Dia menyebutkan pentingnya melakukan perubahan pada sistem pengelolaan tenaga kerja migran sebagai upaya utama untuk memecahkan masalah-masalah terkait pekerjaan di luar negeri.

"Mayoritas tenaga kerja migran dari Indonesia berada dalam posisi sebesar 80% yang bekerja di bidang pelayanan domestik atau pembantu rumah tangga, dengan enam jenis pekerjaan utama yaitu sebagai asisten rumah tangga, penjaga bayi, merawat orang tua lanjut usia, petugas kebersihan, supir, dan penyedia layanan kesehatan," jelas Kardin.

Dia menambahkan pula bahwa 67% dari tenaga kerja rumah tangga terdiri atas wanita yang memiliki tingkat pendidikan rendah, yaitu hanya sampai Sekolah Dasar (SD) atau Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Menurut dia, hal ini menyebabkan mereka menjadi lebih rawan terhadap beragam jenis penyalahgunaan hak.

"Gambaran ini menunjukkan dengan jelas ketelitiannya dari perspektif sosiologi seberapa mudah mereka menjadi rentan. Banyak insiden yang tersebar luas di media sosial, misalnya penahanan dokumen, tindakan kekerasan, hingga pengrusakkan administratif, sering kali disebabkan oleh perjalanan tanpa mematuhi prosedur atau melampaui batas legal," katanya.

Motivasi Perubahan Aturan dan Gerakan Prosesual

Untuk menyelesaikan masalah tersebut, Kardin mempromosikan penyegaran aturan tentang penempatan tenaga kerja migran dengan standar yang lebih tinggi dan mencakup berbagai aspek. Dia pun tetap gencar dalam kampanye untuk kesadaran akan pentingnya perjalanan sesuai prosedur.

"Akan kami sampaikan terus betapa pentingnya mematuhi prosedur dalam pergi bekerja. Hindari penggunaan jasa calo. Sebanyak 95% kasus kekerasan terhadap PMI muncul akibat dari keberangkatan tanpa menggunakan jalur legal," katanya.

Selain aspek hukum, Kardin menggarisbawahi kebutuhan meningkatkan kemampuan teknis, pemahaman bahasa, serta persiapan psikologis bagi para calon tenaga kerja migran internasional.

"Seringkali orang-orang ini hanya bekerja selama satu bulan kemudian pergi begitu saja. Hal itu terjadi dikarenakan mereka belum memiliki persiapan mental yang cukup, kurang mahir dalam melakukan tugas-tugas, dan juga kesulitan dengan bahasa di tempat kerja," jelasnya.

Sebagai jawaban untuk masa depan, dia mengusulkan pengembangan sistem pendidikan terintegrasi yang meliputi bukan saja kemampuan dasar, tapi juga ketrampilan sedang sampai tingkat lanjut (menengah hingga tinggi), sambil menyediakan perlindungan dan layanan lengkap bagi tenaga kerja migran potensial.

"Oleh karena itu, kurikulum pendidikan seharusnya dirancang sesuai dengan permintaan negara asal, supaya penempatan menjadi lebih tertuju dan bermutu," tegas Kardin.

Post a Comment for "Pekerja Migran Terancam Penyiksaan: Fokus pada Jalur Ilegal dan Kurangnya Keterampilan"